Popularitas SBY Menurun

. Senin, 06 September 2010
0 komentar


Kebanggaan pemerintah atas data dan kondisi makro, akhirnya digugat lembaga survei independen indobarometer dan lembaga survei indonesia, karena indikator makro yang selalu dibanggakan itu justru berbanding terbalik dengan kepuasan publik. Indobarometer bahkan mencatat tingkat kepuasan publik kepada kinerja pemerintahan Sby saat ini hanya tinggal 50,9 % atau turun drastis 39.5% dibanding oktober tahun lalu.
Demikian pula Lembaga Survei Indonesia mencatat penurunan tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden sebesar 19% dari 85% menjadi hanya 66% per agustus 2010. Ironisnya penurunan kepuasan masyarakat itu justru karena hal yang paling mendasar yakni urusan perut alias ekonomi, keadilan dalam penegakan hukum, dan politik. Menurut LSI dan Indobarometer rakyat tidak puas karena banyak isu ekonomi dan berbagai persoalan rakyat yang lamban ditangani atau bahkan tidak ditanggapi secara serius oleh Presiden Sby.

Sby dinilai juga kerap mengeluarkan kebijakan kebijakan yang tidak populer, mulai dari tari dasar listrik yang naik pada tanggal 1 juli, penanganan kasus yang terkait dengan Bibit Chandra yang dipersepsi dalam jangka waktu yang sangat lama, kasus Century, harga sembako dan lain sebagainya.

Data makro seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 6% memang terasa menyejukkan. Tapi sangat menyakitkan bagi rakyat karena angka pertumbuhan sebesar itu justru dinikmati hanya oleh segelintir orang, karena dua per tiga dari kapital atau aset nasional kita, justru dikuasai hanya oleh sepertiga orang kaya. Demikian pula kebanggaan atas penurunan angka kemiskinan yang hanya tinggal 32 juta orang. Penurunan itu diperoleh justru karena pendapatan perkapita hanya sebesar 7 ribu rupiah perhari. Padahal jika mengikuti standar PBB sebesar 2 dollar atau 18 ribu rupiah perhari, jumlah rakyat miskin bisa mencapai 80 juta orang.

Sumber : Indobarometer, LSI dan Metro TV

Dikacamata Moan

. Rabu, 23 Juni 2010
0 komentar


Dikacamata Moan, seakan akan pembaca akan dihadapkan oleh dua media pembicaraan, imajinasi dan realitas. Imajinasi penulis akan dibuat sedemikian detail,ekspresif dan mampu menghilangkan dua elemen batas dimana pudarnya garis batas khayal dan garis batas fakta. Dilain sisi, realitas seakan akan sebuah replika kehidupan yang tidak lagi menjadi landasan pokok pembicaraan utama, namun sebuah umpan balik yang salah melangkah hendak meneruskan haluan. Entah seperti apa deskripsi material yang akan diterangkan ,namun "Dikacamata Moan" kita secara bersama sama dalam satu ruang eksekusi diharapkan dapat merasakan atmosfir yang menghentak paradigma kita selama ini.Sebuah eksekusi akhir antara kehadiran realitas baru dalam membentuk cara kita menyikapi isi sebuah history,entah itu dalam tataran sosial, birokrasi, kisruh hukum dan pembentuk lainnya. Akan ada sebuah gagasan dalam point lain yang sangat mungkin tak terekam dalam generasi penerus kehidupan, namun hendaknya kita tetap optimistis memberikan nilai sebagai sebuah warisan, sikap sebagai aspek motorik dan hidup sebagai medium platinum. Begitulah kira kira sebuah kata pengantar blog ini yang sepertinya ingin dijadikan sepupu Editorial media indonesia yang dalam gagasannya "lugas,tegas dan terpercaya". Tetapi pada saat ini dan dalam jarak tempuh empat tahun, saya sangat mendambakan situs ini menjadi ulasan kita bersama, situs ini dapat menjadi riset kita semua dan situs ini tidak hanya menjadi sebuah pakem kritik mengkritik tetapi lebih dari itu.
Bukankah itu yang selama ini kita cari cari sebagai modal penting dalam menggali masa depan bangsa yang sedang ditimpa kasus A sampai kasus Z yang tak memiliki kaitan pembicaraan yang logis dalam mmelepaskan diri dari masalah.Semua ini semata mata hendak menghaturkan semua refleksi catatan saya yang selama ini saya pendam, saya pelajari dan saya hayati. Mudah mudahan Dikacamata Moan adalah sebuah bentuk keberhasilan kita semua dalam memparafrasekan kisah kehidupan menjadi nilai historik yang tidak terlupakan, nilai nasionalisme sebagai pondasi kinerja kebangsaan dan lain sebagainya.

Tidak mengerti apa isi perkataan saya..? Sama, saya pun juga.